

Pada tahun 1664, seorang dokter Belanda mendokumentasikan kasus seorang wanita yang mengalami kelumpuhan saat tidur, yang dikenal sebagai atonia. Menurut peneliti dari National Institute of Health, Kelumpuhan tidur dapat terjadi ketika atonia berlanjut setelah bangun dari tidur REM atau saat beralih cepat dari terjaga ke tidur REM.
Kondisi ini, yang sering disebut ketindihan, ditandai dengan kesulitan bangun, perasaan tidak bisa bergerak, dan sensasi tertekan. Kepercayaan mistis yang terkait dengan ketindihan sebenarnya dapat dijelaskan secara ilmiah.
Ketindihan adalah gangguan tidur umum yang diklasifikasikan sebagai parasomnia. Episode ini dapat menyebabkan kecemasan yang intens. Biasanya, otak melumpuhkan sebagian besar otot selama fase tidur REM. Namun, pada kasus ketindihan, kelumpuhan ini berlanjut setelah bangun, sehingga menyebabkan perasaan tidak bisa bergerak.
Selama episode ketindihan, seseorang mungkin mengalami halusinasi visual atau pendengaran, bahkan merasa seolah-olah ada orang lain di ruangan tersebut. Di Jepang, ketindihan dikenal sebagai kanashibari, yang berasal dari kepercayaan Buddha bahwa biksu dapat menggunakan sihir untuk melumpuhkan orang lain.
Di China, ketindihan dikaitkan dengan hantu yang menindih. Sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang-orang di Meksiko menggambarkan ketindihan sebagai mayat yang memanjat seseorang. Meskipun kepercayaan ini beragam, secara umum ketindihan hanya menyebabkan ketidaknyamanan ringan dan tidak menimbulkan komplikasi medis yang serius.
Type above and press Enter to search.
Type above and press Enter to search.